Vincent Vega
by Vincent Vega

Tak banyak film keluarga yang rasanya pas untuk dinikmati seluruh lapisan usia. The Wayang Kids bolehlah menjadi salah satunya. Kisah sederhana ini konon membawa inspirasi bagi kita semua. Oh ya?  

 

The Wayang Kids adalah film anak-anak asal Singapura yang pantang dilewatkan. Ceritanya tentang persahabatan antara seorang gadis cilik nan kepo dengan anak berkebutuhan khusus. Rupanya, sang gadis bernama Bao Er (Lorena Gibb) membantu menemukan bakat terpendam yang dimiliki teman barunya.

Saat ini The Wayang Kids dapat ditonton secara streaming di platform CATCHPLAY. Sebelum menikmatinya, silakan simak 7 fakta menarik yang ada di balik film ini.

The Wayang Kids

- Sejak awal sutradara Raymond Tan berniat membuat film yang dapat ditonton semua usia. “Untuk membuat film keluarga yang hebat, pendekatan terbaik adalah membiarkan anak-anak bercerita kepada anak-anak lain,” katanya. Melalui karakternya Tan​​​​​​​ ingin mewakili suara mereka yang tidak mampu berbicara sendiri, dan kerap disalahpahami oleh masyarakat.

- Kelima pemain utama berasal dari latar belakang budaya berbeda. Austin Chong sebagai Open, keturunan Tiongkok. Kemudian Raja (Mukesh Raghavan) keturunan India, Ali (Muhammad Mikail) berdarah Melayu. Ada Bei Bei (Kaitlyn Ong) yang juga berdarah Tiongkok, serta Bao Er (Lorena Gibb) yang separuh bule, separuh Tiongkok. Ayah Open, diperankan oleh aktor top asal Taiwan, Eli Shih. Di negaranya, Shih pernah berakting di bawah arahan sutradara Yu-Hsun Chen dan Kuo-fu Chen.

- Para pelakon cilik ini awalnya tidak saling kenal dan tidak memiliki pengalaman akting. Raymond Tan membawa mereka berlatih di kelas akting dan pertunjukan opera Cina, termasuk cara jungkir balik segala. Pemain cilik ini ditemukan setelah tim casting berkunjung ke 50-an SD di Singapura dan mengaudisi lebih dari 500-an siswa. Alhasil, Tan puas lantaran mereka tidak pernah anggap enteng proyek ini. “Mereka ingin memberikan penampilan terbaiknya kepada penonton.”

- Pemeran Open alias Ou Ben, aktor cilik Austin Chong, berperan sebagai anak berkebutuhan khusus. Raymond Tan memintanya untuk memahami autisme dengan cara nonton film dokumenter online. “Dia juga bertemu orang-orang autis dan berbicara kepada orang tua dan spesialis. Dengan bekal ini, Chong mengembangkan gerakan yang unik dan menciptakan dunianya sendiri untuk menjadi karakter yang diinginkan,” tutur Tan. Tak heran jika Chong mampu tampil sekaliber aktor kondang Dustin Hoffman dalam Rain Man, Lukman Sardi dalam Rectoverso (episode Malaikat Juga Tahu) atau Dwi Sasono dalam Malaikat Kecil.

- Sutradara Raymond Tan juga menulis skenarionya. Gagasannya berasal dari film pendek Wa Is For Wayang, kisah bocah keturunan India yang ingin belajar opera Cina, serta film panjang perdananya Wayang Boy yang mengupas masalah pembauran. Kata “wayang” dalam film ini mengacu pada wayang jalanan atau opera Tiongkok. Di sini dikenal sebagai barongsai, hiburan rakyat jelata, jauh ketika televisi belum hadir secara masal.

Ada dua pesan moral yang ingin disampaikan oleh sineas Raymond Tan. Pertama, ini film tentang budaya yang nyaris punah. Banyak generasi milenial yang tak kenal lagi budaya nenek moyang. Maka Tan memperkenalkan warisan budaya ini melalui medium film. Kedua, film ini merupakan bentuk solidaritas kepada anak-anak yang mengalami kebutuhan khusus. Saat ini jumlah anak berkebutuhan khusus yang menimba ilmu di sekolah kian meningkat. Tak pelak, film ini merupakan kado istimewa buat mereka.