Vincent Vega
by Vincent Vega

Negeri jiran ternyata punya film yang menghangatkan hati. The Wayang Kids judulnya. Ternyata tak sekadar bicara multikultur, tetapi juga mengajak untuk berempati kepada sesama.

The Wayang Kids, sebuah film yang direkomendasikan untuk segala lapisan umur. Film asal Singapura ini bisa dinikmati secara streaming di CATCHPLAY. Seperti apa sih menariknya. Silakan simak ulasan kami secara sekilas.

Tokoh sentralnya bernama asli Ou Ben (Austin Chong). Teman-teman di sekolah biasa menyapa dengan Open. Setiap pagi dia berangkat ke sekolah diantar sang ayah (Eli Shih). Kawan-kawan di sekolah Open berasal dari beragam etnis. Mulai dari Raja yang keturunan India, Ali yang Melayu, hingga Bei Bei yang keturunan Tiongkok, sama seperti Open. Kemudian datang anak baru bernama Bao Er (Lorena Gibb), gadis cilik berdarah campuran bule dan Tiongkok daratan.

 

Bukan sekadar eksploitasi drama anak berkebutuhan khusus

The Wayang Kids lebih dari sekadar film anak-anak yang menyoroti masalah anak berkebutuhan khusus. Aktor cilik Austin Chong bolehlah disejajarkan dengan Dustin Hoffman dalam Rain Man, Lukman Sardi dalam Rectoverso (episode Malaikat Juga Tahu) atau Dwi Sasono dalam Malaikat Kecil. Namun film ini punya nilai lebih. Sutradara Raymond Tan tak sekadar berkisah tentang anak berkebutuhan khusus, kendati sederhana tetapi membawa banyak pesan moral.

 

Semangat solidaritas ala anak-anak

Tingkah Open yang seorang anak berkebutuhan khusus mengundang perhatian Bao Er. Mereka pun akhirnya bersahabat. Pertemanan mereka sungguh mengharukan, perhatian yang Bao Er tunjukkan sungguh indah. Dia tak peduli kendati ibunya melarang untuk ikutan barongsai. Ternyata anak-anak pun bisa menunjukkan teladan dalam kehidupan sehari-hari.

 

Singlish, Bahasa Inggris ala Singapura

Sutradara Raymond Tan memberikan gambaran betapa beragam khazanah budaya yang dimiliki Singapura. Sosok itu diwakili oleh karakter utamanya dengan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar. Mereka mengungkapkan pentingnya bahasa Inggris untuk percakapan sehari-hari dengan gaya jenaka, sebuah kearifan lokal khas Singapura. Dan mereka punya Singlish, English ala Singapore. Kadang campur Melayu, kadang campur Mandarin.

 

Suguhan budaya Mandarin yang kental

Sebagai film anak-anak, muatan budaya yang disuguhkan amatlah kental. Semangat untuk mencintai kultur tradisional itu lagi-lagi diperlihatkan lewat oleh karakter Bao Er. Kendati dia berdarah bule, namun penguasaan bahasa Mandarinnya sangat baik, bahkan dia mampu melagukan puisi yang menjadi bagian dari tradisi barongsai.

 

Perbandingan dengan film lain

Film Indonesia pun ada juga yang mengupas soal multikultur ini. Salah satunya Red Cobex karya Upi. Dibintangi oleh Lukman Sardi, Cut Mini, Sarah Sechan, Revalina.S.Temat, Indy Barends, hingga Tika Panggabean ini sungguh sebuah eskploitasi multikultur yang kental. Perbedaan budaya menjadi materi film yang full gergeran ini. Dalam skala yang lebih sempit, Me Vs Mami besutan Ody C. Harahap boleh juga menjadi sampelnya. Dengan latar budaya Minangkabau, perbedaan generasi diolah sedemikian rupa menjadi kisah humor yang menarik. Konflik ibu dan anak (Cut Mini, Irish Bella) dikemas secara menarik hingga bolehlah menjadi tontonan remaja.

Me Vs Mami