wiseguy
by wiseguy

Nama “Coppola” yang disandangnya bisa bikin warga Hollywood membungkuk hormat padanya. Tak ingin “gelar bangsawan” jadi warisan gratis belaka, Sofia bekerja keras menunjukkan seleranya sendiri. Seperti ia buktikan dalam The Beguiled, karya klasik modern yang ia bikin ulang sesuai cita rasanya. Kembali, Sofia cengangkan kita!

Dirilis  30 Juni lalu di Amerika Serikat, The Beguiled besutan Sofia Coppola curi perhatian lebih awal lewat Festival Film Cannes 2017 pada Mei sebelumnya. Seperti diduga, Sofia hujan pujian kritikus dan gaet penghargaan Sutradara Terbaik di ajang yang digelar di Prancis itu. “Aku tak pernah merasa harus memenuhi selera mayoritas,” kata sang sutradara, memberi jawaban atas alasan kemenangannya.

Seperti ditulis collider.com, atmosfer yang diciptakan Sofia, dan sinematografi yang dibuat Phillipe Le Sourd, menjadikan drama ini abosultely hypnotic.

 

Dibintangi Colin Farrell, Nicole Kidman, Kirsten Dunst dan Elle Fanning, film drama beratmosfer thriller berlatar Perang Sipil Amerika Serikat itu mengisahkan asrama putri yang kedatangan seorang pria terluka.

Pria yang ternyata tentara dari pihak musuh itu tak hanya dilindungi, diobati luka-lukanya, jadi satu-satunya lelaki di asrama, tapi juga menciptakan persaingan panas di antara sesama penghuni asrama, yang semuanya para gadis muda. Persaingan berubah jadi ketegangan saat ibu kepala asrama ikut berebut perhatian dan kepincut pria seksi itu. Dan sebuah peristiwa tak terduga pun terjadi!

Lewat arahan Sofia, begitu tulis collider.com, akting Nicole Kidman dan Kirsten Dunst menjadikan Beguiled memiliki pencapaian artistik yang “menghantui melebihi apa pun yang lain.”

Merupakan hasil daur ulang film yang dirilis pada 1971, The Beguiled versi aslinya disutradarai Don Siegel dan dibintangi Clint Eastwood, Geraldine Page, Elizabeth Hartman, Jo Ann Harris dan Darleen Carr, berdasarkan novel karya Thomas Cullinan yang terbit pada 1966. Pada masanya, film ini juga mendapat pujian kritikus dan disukai penonton. Siegel banyak membesut film yang dibintangi Eastwood, bahkan Eastwood kelak menjadikannya sebagai mentor.  

Membuat ulang The Beguiled tak saja menghidupkan lagi permata literasi novelis Thomas Cullinan dan sineas Don Siegel, tapi juga menyajikannya dalam selera modern lewat sudut pandang sineas perempuan. “Aku ingin menjadikannya sebagai dunia feminin dan tak terlihat mengancam. Tapi akan ada kejutan saat ceritanya mengalir,” kata Sofia pada vulture.com.

 

Femininitas, dan mengalirkan cerita tanpa harus terburu-buru, adalah salah satu ciri Sofia, seperti saat ia menggarap The Virgin Suicides (1999) dan Marie Antoinette (2006). Ketika The Beguiled kemudian menang di Cannes, dengan rendah hati ia bilang tak ada yang terkejut melebihi dirinya.

Hingga hari ini, The Beguiled telah membawa pulang empat penghargaan dan 10 nominasi di sejumlah ajang festival. Kita pasti akan penasaran jika film itu kelak dibawa ke Golden Globe, BAFTA, dan Oscar jelang akhir hingga awal tahun depan. 

 Aku tak pernah merasa harus memenuhi selera mayoritas. – Sofia Coppola

Sofia, The Real Princess of Hollywood

Tak ada perempuan seberuntung Sofia, meski tak ada sineas yang punya beban melebihi dirinya. Nama keluarga yang disandangnya adalah semacam merek mahal di industri film. Menyandang nama itu memang  tak akan dielu-elukan orang saat berjalan di karpet merah, atau saat tertangkap basah sedang bersantai di sebuah gerai kopi, seperti layaknya bintang pop. Sebaliknya, Coppola jadi semacam standar film paling berselera, yang begitu dirilis akan segera jadi bahan pujian – atau celaan – kritikus. Bahkan ekspektasi penonton bisa sangat besar pada karyanya.

Film bagian tak terpisahkan hidup Sofia. Saat usianya baru beberapa bulan, ia tampil sebagai bayi yang dibaptis dalam The Godfather (1972) dan gadis cilik dalam The Godfather Part IIbesutan ayahnya, yang tak saja meraih predikat Film Terbaik Oscar, tapi dianggap film terbaik sepanjang masa. (Dalam versi IMDB, dua film itu menempati urutan dua dan tiga, dengan urutan pertama The Shawshank Redemption besutan Frank Darabont.)  

 

Ayahnya, Francis Ford Coppola, penulis dan sutradara peraih lima piala Oscar, adalah salah satu nama paling dihormati di Hollywood. Ibunya, Eleanor Coppola, sutradara dan sinematografer. Sofia generasi ke tiga Coppola yang terjun di bidang seni dan film. Kakeknya adalah Carmine Coppola, komposer dan konduktor; sementara neneknya Italia Coppola, aktris yang pernah bermain di One from the Heart (1981) dan di seri The Godfather. Sofia bungsu dan satu-satunya perempuan.

Sejumlah kerabat Sofia penyandang nama Coppola – meski ada pula yang tidak -- juga eksis di Hollywood. Mereka bisa jadi saudara lelaki, tante, keponakan atau sepupunya, seperti: Roman Coppola, Gian Coppola, Gia Coppola, Marc Coppola, Christoper Coppola. Serta, kerabatnya yang tak penyandang label “Coppola” seperti Talia Shire, Jason dan Robert Schwartzman dan Nicolas Cage

 

Sebagai aktris, tak banyak film yang diperani Sofia. Setelah debutnya sebagai bayi dan anak-anak, oleh sang ayah ia diberi peran kecil sebagai adik Diane Lane dalam Rumble Fish (1983) dan tampil seklias dalam Peggy Sue Got Married (1986). Namun yang dianggap orang paling mengejutkan adalah saat Sofia gantikan Winona Ryder yang memerani Mary Corleone dalam sekuel berikutnya, The Godfather Part III. Gara-gara kritikus berkomentar ia bemain kaku, jauh dibanding kualitas pemeran lain, ia sadar talentanya bukan sebagai pemain. Tapi persis seperti sang ayah: penulis skenario dan sutradara!

Ikuti kelanjutan artikel ini, Sofia Coppola II. Kemenangan Sofia meraih penghargaan Skenario Terbaik di ajang Oscar 2004 lewat Lost in Translation, membuat “The Coppolas” jadi keluarga kedua di Hollywood yang pernah meraih Oscar. Sofia, tak pelak lagi, adalah “ the princess” dan penerus keningratan Hollywood dari keluarga Coppola.  So, don’t miss it!