wiseguy
by wiseguy

Nama Coppola yang disandangnya, film yang dibesutnya, dan kedekatan dengan nama-nama tenar Hollywood, tak membuat Sofia merasa sebagai selebriti. Sofia Coppola sineas sejati dengan ironi kehidupan yang indah!

Sofia Coppola adalah perempuan sederhana. Tema filmnya cenderung berkaitan dengan remaja bermasalah, nostalgia, roman, dan hubungan keluarga yang berjauhan. Gaya besutannya menyerupai Wes Anderson (The Grand Budapest Hotel, Moonrise Kingdom), yang film-filmnya tentang hubungan keluarga disfungsional dipadu roman dan melodrama. Begitu kesimpulan Dar Block, seperti ditulis iwanttobecoppola.com setelah membaca artikel lama “Sofia Coppola by Wes Anderson” di majalah Interview yang terbit pada 1999.  

Tampaknya pendapat Dar Block masih relevan, meski wawancara dilakukan jauh sebelum Sofia hasilkan Lost in Translation (2003) yang berbuah Oscar, Marie Antoinette (2006), Somewhere (2010), The Bling Ring (2013), dan yang terbaru The Beguiled (2017).

Lahir dan dibesarkan dalam keluarga sineas membuat Sofia berbeda dari kebanyakan orang. Tampil sejak bayi lewat trilogi besutan ayahnya, tumbuh dan besar di tengah lokasi pengambilan gambar, hingga mampu membesut sendiri karyanya, adalah hal langka bahkan bagi ukuran Hollywood.

Saat majalah The Talks mengkonfirmasikan benarkah ayahnya dulu merekam proses kelahirannya, Sofia menjawab, “Ayah memvideokan kelahiranku. Kini orang juga melakukannya, tapi dulu dianggap aneh dan berlebihan. Aku bisa menonton kelahiranku, karena dibuat dengan cermat, bahkan menurutku amat lucu.”

Tanpa menyembunyikan kegeliannya, ia menambahkan, Francis Ford Coppola sang ayah mengira sebelum dilahirkan ia juga laki-laki, seperti dua abangnya Gian-Carlo Coppola (di kemudian hari meninggal di usia 22 karena kecelakaan kapal motor) dan Roman Coppola. “Saat dokter bilang bayinya perempuan, kamera di tangan ayah jatuh karena kaget! Film adalah bisnis keluarga kami.”

Sofia punya Selera!

Ia sering dibandingkan dengan orang macam Michael Douglas (Basic Instinct; Disclosure), anak pasangan aktor Diana Douglas-Kirk Douglas, generasi kedua Douglas. Michael terkenal dengan pengakuan bahwa 15 tahun kariernya tertekan agar sesukses orangtuanya.

Bagaimana dengan Sofia? “Aku tak mendapat tekanan macam itu,” jawab perempuan ini. “Aku punya suara sendiri sejak kecil. Aku bangga ayahku, asal-usulku, tapi aku punya cara sendiri. Ayah selalu bercerita tentang membuat film dan menulis naskah sejak aku bocah. Itu jauh lebih menyenangkan dibanding mengajari secara langsung,” tuturnya tentang bagaimana ia belajar dari ayahnya.

Lahir di New York City, New York, dibesarkan di tanah pertanian Rutherford, California, di sebuah area pedesaan di Napa Valley, Sofia lulus sekolah menengah pada 1989, dan berkuliah di Mills College dan California Institute of the Arts. Pada usia 15, ia mulai bekerja magang di rumah mode Chanel. Alasan tak meneruskan kuliah? Bikin perusahaan garmen sendiri! Labelnya Milkfed.

Inilah sekilas dan sebagian dari mana gagasan film-filmnya!

Ia menemukan novel The Virgin Suicide karya Jeffrey Eugenides dan terobsesi menjadikannya debut penyutradaraan film feature-nya karena mewakili kesukaan akan tema remaja dan feminitasnya; sebuah film yang dirilisnya pada 1999. Empat tahun kemudian, lewat Lost in Translation besutannya, plus skenario yang ia tulis sendiri, membuahkan Skenario Terbaik di ajang Oscar 2004. Film ini konon diilhami pengalaman pribadinya sendiri, saat suami pertamanya, sutradara eksentrik Spike Jonze (Her) jatuh cinta pada Cameron Diaz saat produksi film Being John Malkovich

Lewat Somewhere (2010), ia kisahkan pengalaman Hollywood-nya semasa bocah. “Cleo yang diperani Elle Fanning terinspirasi kisah sahabatku, puteri aktor. Aku ingin bikin kisah unik puteri dan ayahnya. Aku bersahabat dengan Stephen Dorff maka akan sempurna jika ia yang memerani Johnny Marco, orangtua tunggal dan aktor kelelahan dengan kariernya,” tutur Sofia.

Sementara gagasan The Bling Ring (2013) ia peroleh setelah membaca artikel sekelompok remaja yang piawai menggondol barang mewah milik selebriti. Ia kemudian mewawancarai dan dibantu sejumlah selebriti temannya yang benar-benar mengalaminya. Paris Hilton bahkan tampil sebagai cameo, merelakan rumah serta koleksi barang fesyen mahalnya untuk diambil gambarnya. “Kami masuk dengan mobil yang menyamar,membawa peralatan film ke kompleks kediaman Paris Hilton. Jika ketahuan, penjaga gerbang kompleks tak akan pernah mengizinkan kami!” kenang Sofia tentang betapa tegang dan serunya syuting The Bling Ring.

Tampaknya, di antara semua anggota keluarga besarnya, Sofia adalah Coppola berikutnya yang akan tetap menghiasai layar Hollywood kini dan masa depan dengan karya penyutradaraan yang menyenangkan. Hingga saat ini, ia telah membesut film dengan catatan 12 sebagai sutradara, 12 kali menjadi produser, dan 11 kali sebagai penulis skenario. “Tiap kali mengakhiri proyek film, ada masa aku berpikir tak akan punya ide hebat lagi. Tapi, selalu ada ide lagi!” aku Sofia tentang kreativitasnya.

I try to just make what I want to make or what I would want to see. I try not to think about the audience too much. - Sofia Coppola

Menolak disebut “selebriti terkenal,” Sofia lebih suka menyebut dirinya perempuan karier saja. Ia baru merasa dikenali saat berjalan di atas karpet merah di ajang-ajang festival. Ia juga tak menggunakan Twitter dan Facebook. “Dengan dua anak dan sebuah karier, aku tak punya waktu untuk kehidupan virtual. Tak nyaman berbagi hal-hal pribadi,” kata isteri musisi Perancis Thomas Mars yang memberinya dua puteri, Romy dan Cosima ini.