wiseguy
by wiseguy

Meski banyak film bertema bencana alam, The Wave dari Norwegia suguhkan kualitas tak terduga, melebihi karya sineas Hollywood pada umumnya. Ini alasannya kamu harus nonton!

Bencana alam adalah salah satu tema menarik untuk ditonton. Meski bisa berdasarkan kejadian nyata atau fiksi belaka, subgenre ini menjanjikan hal-hal yang bikin kita tetap terpaku di atas kursi. Hollywood penuh kisah macam ini, lengkap dengan visual menakjubkan berkat kecanggihan efek visual.

The Wave

Tapi jauh dari Hollywood, sebuah film bergenre bencana alam dari Norwegia diam-diam bisa membetot perhatian kita: The Wave, yang segera tayang di CATCHPLAY+ pada 7 April 2021 nanti. 

Disutradarai Roar Uthaug, pembesut Tomb Raider (2018) yang dibintangi Alicia Vikander itu, The Wave dibintangi nama-nama yang boleh jadi terdengar asing bagimu: Kristoffer Joner, Ane Dahl Torp, Jonas Hoff Oftebro dan Edith Haagenrud-Sande. Tapi, film yang mewakili Norwegia di ajang Oscar 2016 untuk Film Berbahasa Asing Terbaik ini dipuji banyak kritikus.

Film ini digambarkan gabungan antara The Impossible besutan J.A. Bayona (dibintangi Naomi Watts, Ewan McGregor, Tom Holland) dan San Andreas besutan Brad Peyton (dibintangi Dwayne Johnson, Carla Gugino, dan Alexandra Daddario) tapi dengan cita rasa Norwegia yang kental.

The Wave kisahkan tsunami di Norwegia

The Wave kisahkan seorang ahli geologi, Kristian Eikjord, bersama isterinya, Idun Karlsen, anak lelakinya yang sudah remaja, Sondre, dan anak perempuannya Julia. Mereka tinggal di dekat celah gunung yang indah di Norwegia. Ia sedang bekerja pada hari terakhirnya di kawasan wisata Geiranger, sebelum pindah bersama keluarganya. Saat bersiap pergi, gunung di dekat desa itu runtuh dan menyebabkan tsunami dahsyat setinggi 80 meter yang siap meluluhlantakkan dunia di sekitarnya. Berpacu melawan waktu, Kristian berjuang membawa keluarganya ke tempat aman.

 

Lalu, apa yang istimewa dari film ini? Cek yang berikut!

 

1. Bujet kecil, hasil maksimal

Film ini dipuji banyak kritikus sebagai “film terbaik di genrenya” dan “dengan bujet yang biasanya luar biasa besar, Hollywood seharusnya malu jika menonton film ini” dan pujian-pujian macam itu. Asal tahu saja, film berbujet $7 juta ini (bayangkan, Hollywood bisa menghabiskan puluhan kali untuk bikin film bencana alam) dengan hasil memukau di semua aspeknya, dan sukses hasilkan lebih dari $12 juta.

The Wave dipuji kritikus walau berbujet kecil

The Wave dipuji kritikus walau berbujet kecil

 

2. Kekuatan cerita

The Wave tak mengabaikan “rumus klasik” genre bencana alam, yakni gambaran tanda-tanda awal, berapa lama waktu yang diperlukan agar lolos dari kengerian itu, dan siapa akan bertahan. Kota turis Geiranger yang cantik, yang letaknya tepat di bawah Åkerneset, gunung yang tak stabil yang diperkirakan akan runtuh suatu hari dan menciptakan tsunami raksasa, tetap digambarkan dengan apik.

Tapi The Wave memiliki semua elemen plot yang diharapkan dari film bencana. Kristian adalah ayah, suami penyayang, dan disiplin dalam bekerja. Dia yang pertama mendeteksi adanya sesuatu yang tak beres. Tapi atasannya, Arvid berpikir dia bereaksi berlebihan dan menolak membunyikan alarm. Lalu, saat ombak menghantam, Kristian hanya Bersama Julia, dan dipisahkan isteri dan anak lelakinya. Meski terdengar sederhana, tetapi berkat akting mumpuni, sinematografi ciamik, dan tempo yang tepat, film ini secara maksimalkan menunjukkan cita rasa unik dan sangat menarik.

The Wave andalkan kekuatan cerita bencana alam

The Wave andalkan kekuatan cerita bencana alam

 

3. Visual memukau, skor musik ciamik

Aksi pertama The Wave adalah menyuguhkan Geiranger sebagai kota wisata yang indah. Pemandangannya benar-benar menakjubkan. Sang sinematografer bahkan memamerkan satu visual layaknya foto di kartu pos. Ia memaksimalkan efek visual besar dengan sangat apik.

Visual The Wave dianggap mendapatkan pencapaian teknis yang memukau, mengalahkan film-film bencana dari Hollywood yang terbiasa berbujet raksasa. Film ini menggambarkan “ombaknya besar dan menakutkan, menyebabkan banyak kerusakan, tapi penonton tak perlu melihat bangunan runtuh, kapal kargo jatuh, atau dentuman besar dari bencana.” Ini adalah kisah Kristian dan keluarganya.

Berikutnya, skor musik yang megah. Visual dan skor musiknya dipuji sebagai gabungan yang cukup gelap untuk menggoda “apa yang akan terjadi selanjutnya?” sehingga menjadi bangunan naratif yang apik. Plus, gabungan kekuatan Dolby Atmos dengan ledakan musik orkestra besar yang mencengangkan!

Visual memukau diiringi musik ciamik

Visual memukau diiringi musik ciamik

 

4. Berdasarkan imajinasi dan sains yang masuk akal!

Ketika berpikir tentang tsunami yang pernah terjadi, kita cenderung membayangkan Jepang di Samudra Hindia, atau Kepulauan Canary, atau bahkan Aceh di Indonesia.

Jika sebagian besar film bergenre bencana alam mengeksploitasi ketakutan yang relatif tak masuk akal, The Wave mengantisipasi skenario bencana yang masuk akal. Menurut sutradara Uthaug, Norwegia dengan 53.199 km garis pantai, dengan proporsi tinggi 300 lereng gunung yang secara geologis tak stabil, ia berimajinasi, cepat atau lambat, orang harus menghadapi potensi tanah longsor besar dan gelombang pasang setinggi 250 kaki yang dia bayangkan bisa menghantam Geiranger. Lokasi yang terlalu cantik untuk dihancurkan! Ini adalah film tentang kapan bencana terjadi, bukan jika bencana terjadi. Semacam imajinasi tentang dokumenter yang punya akhir cerita bahagia.

Berdasarkan imanjinasi dan sains masuk akal

Berdasarkan imanjinasi dan sains masuk akal

Atau, seperti pujian seorang kritikus tentang The Wave. "Ini adalah film yang harus ditonton di layar sebesar mungkin, tetapi bahkan di layar yang lebih kecil, tsunami bisa sangat mencengangkan!"

 

Penasaran, kan? Tungguin rilis di 14 April 2020!