Shandy Gasella
by Shandy Gasella

Bebas sukses membawa kita terlempar sesaat ke masa 90-an, yang memotret sepenggal zaman itu dengan seotentik mungkin. Adaptasi sungguh upaya baik dalam membangun industri, ketimbang berdasar cerita-cerita asli yang ‘begitu-begitu saja’.

Bebas

Dalam film adaptasi buat ulang (remake) dari Sunny, film Korea rilisan 2011 ini, alkisah Vina Panduwinata (Marsha Timothy) yang tengah menjenguk ibunya yang sedang sakit di sebuah rumah sakit, secara tak sengaja bertemu Krisdayanti (Susan Bachtiar), teman lamanya semasa SMA puluhan tahun lalu, juga sedang mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit yang sama.

Sunny

Tonton BEBAS, gaet Cinema 21 Movie Card senilai Rp.200,000. Caranya: 

1. FOLLOW Instagram CATCHPLAY+

2. Nonton “Bebas” kemudian Screenshot atau video ke Instastory kamu. Jangan lupa Tag @catchplayplus_id

Buruan, cuma untuk 3 pemenang dan berlaku dari tanggal 3 hingga 23 Februari 2020. 

 

Kita tak pernah kehabisan film berlatar SMA!

Vina dan Kris, mesti ditegaskan agar tak salah paham, keduanya bukan penyanyi legendaris itu lho, tetapi nama mereka memang sama persis. Ndilalah dua puluh tahun tak bertemu sejak zaman SMA, baik Vina maupun Kris tak menyangka mereka bakal reuni dalam sebuah situasi yang pahit manis. Pahit lantaran Kris divonis bakal mati dalam waktu amat dekat, manis lantaran bagaimana pun perjumpaan dengan sahabat, apalagi yang sudah lama tak jumpa, merupakan berkah dan kebahagiaan tersendiri.

Kris meminta Vina untuk mencari dan berkumpul lagi bersama teman segeng mereka semasa SMA dulu. Sebuah pencarian yang lantas membawa Vina menapak tilas, menelusuri kembali kisah hidupnya sebagai anak desa yang pindah ke Jakarta lantas menemukan sahabat-sahabat, musuh, semangat, minat, dan termasuk cinta monyetnya.

“Tiada masa paling indah, masa-masa di sekolah. Tiada kisah paling indah, kisah-kasih di sekolah.” Begitu bunyi syair legendaris yang sempat dinyanyikan Obbie Messakh lewat lagu Kisah Kasih di Sekolah yang lantas kembali dipopulerkan oleh mendiang Chrisye. Dan, bagi banyak orang, masa sekolah (baca: SMA) kerap dianggap sebagai salah satu fase terbaik dalam perjalanan hidup. Itu pula yang jadi salah satu alasan kita tak pernah kehabisan film berlatar SMA.

 

Sunny vs Bebas, dan Nilai Kearifan Lokal

Di Korea sendiri, Sunny mencetak 7,3 juta lembar tiket selama masa edar di bioskop. Berkat sukses ini, CJ Entertainment pede memberi lisensi pembuatan ulang pada beberapa negara lain seperti Vietnam (Go Go Sisters, 2018), Jepang (Sunny: Strong Mind Strong Love, 2018), termasuk Indonesia, dengan memberi sedikit penyesuaian cerita yang ditambahi muatan kearifan lokal masing-masing.

Perbedaan paling mencolok dalam versi Indonesia yang skenarionya ditulis Mira Lesmana dan Gina S. Noer ini adalah konfigurasi para tokoh utama yang tak lagi tersusun atas tujuh orang cewek, dan setting sekolah yang semula sekolah khusus cewek, kemudian diubah jadi SMA umum. Tambahan karakter Jojo (diperani Baskara Mahendra dan Baim Wong) sebagai cowok ngondek yang bersahabat dengan cewek-cewek di geng Bebas makin menguatkan kisah film ini yang berusaha memotret sepenggal zaman dengan seotentik mungkin.

Backstory Vina sebagai mojang tanah Sunda (versi SMA diperankan pendatang baru Maizura), menambah nilai kearifan lokal, dan terasa pas saat adegan kesurupan (di film aslinya pun demikian), tetapi adegan itu terasa khas “Indonesia banget”. Yang belum nonton Sunny barangkali bakal mengira itu sebagai improvisasi.

Bagaimana Riri Riza sebagai sutradara menghidupkan kembali nuansa 90-an lewat departemen artistik, busana, dan termasuk pilihannya dalam menghadirkan sederet lagu pengiring dari era 90-an, berhasil membawa kita terlempar sesaat ke masa itu. Bagi penonton dewasa yang pernah merasakan tumbuh di era Orde Baru, nostalgia itu cukup berhasil tergali. Bagi penonton remaja kiwari, apa yang ditampilkan Riri lewat Bebas tergambarkan cukup baik mewakili zaman tersebut.

Hampir seluruh pemain bermain sama baiknya di film ini, para pendatang baru bahkan dapat mengimbangi akting para aktor yang sudah lama wara-wiri di perfilman Indonesia. Oh ya, muncul pula sejumlah cameo yang bukan main… Penasaran? Cek aja sendiri, Bebas kini ditayangkan secara streaming di CATCHPLAY+.

 

Meski Fenomena Produksi Ulang Bukan Hal Baru… 

Fenomena produksi ulang film box office dari asal negara lain, dalam hal ini Korea Selatan, bukan hal baru. Sebelum ini sudah ada dua judul lain dan satu judul lagi yang siap edar dalam waktu dekat, di antaranya:

 

Sweet 20 (Ody C. Harahap)

Pada 2017 kerja bareng Starvision dengan CJ Entertainment film drama fantasi Miss Granny disulap jadi Sweet 20. Dibintangi Tatjana Saphira dan Morgan Oey, film ini mengisahkan Fatma, nenek 70 tahun yang pada suatu hari, secara ajaib, berubah kembali muda belia.

Miss Granny

 

Sunyi (Awi Suryadi)

Adaptasi dari Whispering Corridors (1998). Versi lokalnya diberi judul Sunyi dan digarap oleh Awi Suryadi. Cerita horor yang mengupas fenomena kasus perundungan di sekolah.

 

Miracle in Cell No. 7 (Hanung Bramantyo)

Proyek drama keluarga dari Hwan-kyung LeeMiracle in Cell No. 7, yang sukses mendulang kocek sebesar 81,8 Juta Dolar Amerika (sekitar Rp 1,1 triliun), dan jadi film terlaris di Korea Selatan pada 2013.

Miracle in Cell No. 7

Saat ini film tersebut berada di posisi ketiga terlaris sepanjang masa di Korea Selatan setelah Along with the Gods: The Two Worlds dan Train to Busan. Ceritanya tentang seorang ayah yang keterbelakangan mental, dituduh melakukan pembunuhan. Dia masuk penjara dan terpisah dengan puteri semata wayangnya. Versi Indonesianya dibintangi oleh Vino Bastian dan Tora Sudiro.

Along with the Gods: The Two Worlds

Masih banyak film lain dari Korea Selatan yang layak dan pas dibuat ulang versi Indonesia, dan itu sah-sah saja. Industri film Hollywood pun sering melakukan hal yang sama. Ini lebih baik dalam hal membangun industri, ketimbang bergantung pada cerita-cerita asli yang, maaf, ”begitu-begitu saja”.

 

*) Shandy Gasella adalah kritikus film di sejumlah media online, seperti Detik.com dan Kumparan. Dia juga sempat menjadi juri festival film tingkat nasional dan juri lomba resensi film yang diadakan Pusbang Film, Kemendikbud.