wiseguy
by wiseguy

Gaya brutal atlet bela diri Korea Selatan dalam mengusir setan ini, memukau! Inilah 5 hal yang perlu tahu sebelum menontonnya. Plus, cara mudah raih suvenir premium dari THE DIVINE FURY.

Pengusiran setan, iblis, dan mahluk semacamnya, tak hanya disuguhkan dalam banyak film horor di Indonesia. Hollywood juga punya subgenre eksorsisme ala ‘The Conjuring Universe’ yang populer itu. Belakangan, Korea Selatan suguhkan genre serupa. Lewat The Divine Fury besutan Jason Kim (Joo-Hwan Kim), gaya pengusiran iblisnya tak hanya ciptakan horor mencekam, tapi jadi aksi laga memukau tanpa melupakan elemen religiusitasnya. The Divine Fury diperani aktor Seo-joon Park, didukung Sung-ki Ahn dan Do-Hwan Woo.

Oh ya, mau suvenir premium dari The Divine Fury? Ikuti langkah mudah ini!

1. Follow salah satu akun media sosial CATCHPLAY+ Indonesia (Instagram / Facebook / Twitter).

2. Beri tanda LIKE pada postingan artikel tentang The Divine Fury.

3. Tulis pemeran favoritmu di film ini, pada kolom KOMENTAR.

The Divine Fury

Inilah 5 hal yang perlu kamu tahu sebelum menonton The Divine Fury yang kini tayang secara streaming di CATCHPLAY+.

 

1.     Bak Constantine berlatar Korea Selatan

Genre supranatural dan okultisme terbilang langka digarap sineas Korea Selatan karena jarang jadi box office besar di negeri itu. Penonton lebih dimanjakan dengan drama, komedi, dan laga. Tapi yang digarap sutradara Jason Kim (Joo-Hwan Kim) melalui The Divine Fury tak hanya berbeda, penuh risiko, tapi juga mengejutkan. Inilah film yang mengingatkan pada Constantine (2005) besutan Francis Lawrence yang dibintangi Keanu Reeves dan Rachel Weisz. Laga fantasi horor itu kisahkan pengusir setan yang dilakukan John Constantine, diperani Keanu Reeves, dalam membantu perempuan polisi demi buktikan kematian saudarinya bukan bunuh diri, tetapi upaya yang libatkan kekuatan gaib.

Genre nyaris serupa, plus ‘upaya pembuktian yang libatkan kekuatan gaib’ membuat The Divine Fury bak Constantine belatar Korea Selatan. Laga memukau aktor Seo-joon Park bak gabungkan kepekaan Keanu Reeves si Constantine dalam pertempuran si Baik dan si Jahat, aksi seni bela diri, plus pengusir setan yang melelahkan.

Dibanding film dunia gaib ala Asia, dalam The Divine Fury kisahnya tak dituturkan bergaya tradisional okultisme, yang misterius dan menyeramkan. Kisahnya lebih langsung, seketika membetot perhatian, mudah diikuti, hampir seperti film superhero. Dengan kepiawaian bertarung, laga panas memukau tiada henti, sosok atletis dan wajah tampan, Park Yong-hu pada dasarnya memang superhero!

 

2.     Sang sutradara bukan penggemar film horor

Salah satu keunikan The Divine Fury adalah, sang sutradara bukan penggemar genre horor. Jason Kim (Joo-Hwan Kim), yang juga merangkap penulis skenario, memulai penyutradaraannya lewat film drama Koala (2013), disusul laga komedi Midnight Runners (2017). Film yang disebut terakhir itu gaet sejumlah nominasi di berbagai festival, plus memenangi kategori Best New Performance di Faro Island Film Festival untuk Seo-joon Park.

Saat proyek ini ditawarkan padanya, ia tertantang karena genre supranatural belum digarap serius di Korea Selatan. Plus, percaya dengan kemampuan akting dan laga Seo-joon Park, tantangan penuh risiko ini ia terima. Dan sukses! The Divine Fury raih angka box office $11.1 juta, dan angka ini luar biasa. Saat premier hari pertama di Korea Selatan, film ini raih 380.106 penonton, kalahkan Extreme Job (2019) yang hari pertamanya hanya raih 368.582 penonton. Sementara dalam Molins Film Festival, film ini gaet Efek Visual Terbaik, serta dua nominasi dari Jury Awards dan Audience Awards untuk Sutradara Terbaik.

Sejumlah kritikus memuji sinematografi film ini sebagai ‘luar biasa.’ Tapi, pujian penting disuarakan sutradara The Hunger Games, Francis Lawrence, yang suatu ketika bertemu Jason Kim (Joo-Hwan Kim).Lawrence memuji The Divine Fury. “Saya terpesona! Ada kepuasan tak terduga saat menontonnya. Sebuah pengalaman kuat, yang saat pulang saya masih memikirkan film ini! Akting pemain bagus, adegan indah, visualnya impresif!”

Di kemudian hari, Park digaet Bong Joon Ho untuk ikut perani Parasite, yang kini jadi nominasi Oscar 2020 untuk Film Berbahasa Asing Terbaik.

 

3.     Paduan Kekristenan, horor, dan laga memukau!

Berbeda dengan genre pengusiran setan pada umumnya, karakter yang diperani Seo-joon Park menggunakan keterampilan gaya atlet MMA (mixed martial atrs) alias ilmu gaya bela diri bebas dalam mengusir setan. Ini saja sudah unik, dan film ini memadukannya dengan nuansa Kristen yang kental. Korea Selatan menonjol di antara negara Asia Timur sebagai pemeluk agama Kristen, yang dipeluk sepertiga penduduknya. Tak heran, sang sutradara lebih memilih bingkai Kekristenan dibanding gaya klenik masyarakat tradisional Asia pada umumnya.

Elemen gaib dan religius kita ketahui saat Yong-hoo yang berdarah di telapak tangannya secara misterius, fenomena yang sulit dijelaskan secara medis. Atlet ini akhirnya menemui pendeta An, yang memperhatikan kemiripannya dengan penyaliban Yesus. An memberi tahu Yong-hoo, lukanya adalah Stigmata, semacam karunia kemampuan untuk mengusir setan!

 

4.     Dimulainya jagat baru film bertema supranatural!

Bukan tak mungkin, di masa mendatang sang sutradara akan melanjutkan apa yang telah dimulai. Ia mengaku, saat memulai proyek ini, bersama pemain yang terlibat, ia berbagi visi memulai alam semesta sinematik. “Banyak elemen film ini menciptakan alam semesta.” Tak pelak lagi, The Divine Fury jadi terobosan penting bagi dunia sinematik Korea Selatan dalam memasuki jagat baru. Jason Kim (Joo-Hwan Kim) memulainya dengan langkah besar dan berani.

Sang sutradara suatu ketika berujar, “Selama kunjungan ke Prancis, saya melihat patung malaikat yang menekan iblis. Ini membuat saya memikirkan kemungkinan jagat sinematik Korea seperti Marvel, atas Conjuring Universe, di mana para karakter saling bertarung." Nah!

 

5.     The Divine Fury adalah The Exorcist yang dipertemukan dengan seni bela diri

Horor pengusiran setan The Exorcist (1973) besutan William Friedkin tak saja sukses raih dua Oscar 1974 untuk Skenario Terbaik dan Tata Suara Terbaik, di kemudian hari jadi klasik modern untuk genre eksorsime. Film ini juga jadi panutan banyak film lain bergenre serupa.

Banyak yang berhasil, meski ada pula yang gagal. The Divine Fury mendekati pesona dan semencekam The Exorcist, yang dipertemukan dengan seni bela diri. Jadi, siapa pun yang mengeluhkan kurangnya elemen laga seni bela diri dalam film klasik The Exorcist, kini bisa tersenyum puas dengan film dari Korea Selatan ini!