wiseguy
by wiseguy

Awas, hubungan abusive itu menular. “Yang tadinya korban bisa jadi pelaku,” kata Edwin, sutradara POSESIF, film peraih tiga Piala Citra dalam FFI 2017, di antaranya ia gaet untuk Sutradara Terbaik. Ini dia wawancara eksklusif dengannya!

Satu dari film pembetot perhatian di ajang FFI, November 2017 lalu di Manado, adalah Posesif dengan 10 nominasi. Film indie produksi Palari Film ini gaet tiga Piala Citra: Pemeran Pendukung Pria Terbaik bagi Yayu Unru, Pemeran Utama Wanita Terbaik bagi Putri Marino, serta Sutradara Terbaik bagi Edwin.

 

TOREHKAN REKOR BARU!

Film ini bahkan menorehkan rekor baru bagi Putri Marino, debutan yang raih kategori pemeran utama, yang kali pertama pernah dicapai Christine Hakim lewat besutan Teguh Karya, Cinta Pertama  (1973). Posesif yang kini ditayangkan secara streaming di CATCHPLAY, ditulis Gina S. Noer dan dibesut sutradara Edwin. Film ini diperani Putri Marino, Adipati Dolken, Gritte Agatha, Cut Mini dan Yayu Unru.

Apa menariknya Posesif? Ini bukan film remaja biasa dengan kisah cinta monyet dan kekonyolan hubungan masa pubertas, tapi suguhkan perilaku abusive dalam sebuah toxic relationship. Media memujinya dengan, seperti, ”berani dan brutal mengangkat kisah tak seperti tipikal film remaja lain yang murahan; Posesif cenderung mengerikan, namun memikat.” Atau, “menawarkan pengalaman jauh lebih besar dari pada tontonan remaja biasa.”

Ber-tagline  "Ini cinta pertama Lala, tapi Yudhis ingin selamanya," Posesif mengisahkan hubungan dua pelajar SMA, Lala (Putri Marino) dan Yudhis (Adipati Dolken). Lala, juga atlet loncat indah, hidupnya berubah setelah bertemu Yudhis si anak baru. Gadis ini ditarik keluar dari rutinitasnya berkat Yudhis. Awalnya, hubungan yang tampak sederhana berjalan jadi rumit. Dan berbahaya! Posesif pun sukses suguhkan roman triler memukau.

Dalam satu kesempatan, saya mewawancarai Edwin, jebolan Institut Kesenian Jakarta (IKJ) yang pernah jadi astrada bagi sutradara Riri Riza dalam Gie (2005) itu. Ia sebelumnya banyak garap film pendek yang banyak diusung di festival internasional seperti A Very Slow Breakfast (2002), Dajang Soembi, Perempoean Jang Dikawini Andjing  (2004), Kara, Anak Sebatang Pohon (2005), A Very Boring Conversation (2006), dan Hulahoop Soundings (2008). Posesif adalah film panjang komersial pertama besutan Edwin.

 

RELEVAN DENGAN YANG TERJADI DI SEKITAR KITA!

Apa sisi menarik Posesif dari kaca mata penyutradaraan?

Materi film ini sangat relevan dengan apa yang terjadi di sekitar kita sekarang, dan didukung tim yang percaya proyek ini harus dibuat sebaik-baiknya. Skripnya kuat, didukung para aktor yang mau memberi tenaga, waktu, dan pikiran untuk menciptakan karakter tak terlupakan.

 

Pengalaman seru saat syuting?

Dalam Posesif pemeranan adalah kunci. Adipati dan Putri secara luar biasa memberi segalanya untuk film ini. Proses reading intens hampir dua bulan. Bahkan, dua minggu sebelum syuting, Putri jatuh sakit karena demam berdarah. Dalam pemulihannya kami masih berlatih, menggali karakter Yudhis dan Lala, dengan kondisi fisik Putri yang agak sedikit rapuh. Saya pikir karakter Lala sebagian tercipta pada momentum Putri sedang lemah akibat demam berdarah.

 

Tantangan menyutradarai Adipati yang sudah bermain di banyak film, dan Putri Marino sebagai aktris debut?

Pengalaman seru, tak sekadar teknis akting yang membosankan. Kami berbagi pengalaman isu abusive relationship yang jadi modal utama.

 

Apa temuan mengejutkan riset Anda tentang remaja era kini?

Hampir semua remaja pernah mengalami hubungan abusive. Juga, hampir semua kru film pernah alami hubungan abusive. Ini menular. Yang tadinya korban, bisa menjadi pelaku. Lingkaran setan.

 

Pesan penting bagi penonton remaja maupun ortu mereka?

Makin represif lingkungan sekitar, makin banyak kasus yang bisa menimbulkan hubungan abusive. Toxic relationship. Posesif bukan tanda cinta.

 

What’s next setelah Sutradara Terbaik 2017? Seperti apa Edwin sepuluh tahun lagi?

Saya masih bikin film yang baik, apa adanya, tak terlupakan.

 

Sedang garap apa saat ini?

Film tentang makanan dan manusia-manusia di sekitarnya. Film yang lezat.

 

Mengapa suka film? Apa asiknya jadi sutradara?

Saya senang nonton film, seperti halnya senang mencoba-coba berbagai rasa makanan. Film bikin kita tak mudah lupa apa yang pernah kita rasa. Menonton, membuat film, membuat manusia terus belajar, terus berubah, tidak membosankan.

 

Pendapat Anda perkembangan film Indonesia kini? Makin maraknya platform Video on Demand (VOD)?

Sedang manis dan bersemangat! Jangan disensor ketakutan-ketakutan tak masuk akal. VOD memberi kebebasan durasi. Film menemukan bentuk barunya lagi, memberi pilihan dan ciptakan penonton baru.

Posesif