Jerinx
by Jerinx

Film karya Terrence Malick bernuansa kalem ini dibuka dengan kutipan datar namun menggelora: "I went through a period where sex had to be violent". 

Karya terakhir Terrence Malick ini termasuk salah satu filmnya yang 'soft' dan agak ringan. Paling tidak, ini kalau mau membandingkan sederet karya sebelumnya, sebutlah Badlands (1973), karya keduanya yang monumental itu, atau Days of Heaven (1978) yang menyesakkan, atau The Thin Red Line (1998), yang disebut-sebut sebagai salah satu film perang terbaik. 

Song to Song, juga bukan Tree of Life (2011), barangkali film beraroma musik ini lebih mendekatkan pada dua karya Malick belakangan: To the Wonder (2012) dan Knight of Cups (2015), yang 'mengalun sendu'. 

Diawali kisah cinta segitiga para pelaku dunia musik; musisi pemula Faye (Rooney Mara), penulis lagu baik hati BV (Ryan Gosling) dan konglomerat musik culas Cook (Michael Fassbender), film ini memperlakukan penontonnya dengan cerdas, seolah sedang berbicara di depan kelas yang dipenuhi anak-anak jenius. 

Pertanyaan-pertanyaan eksistensial, puisi-puisi cantik yang kadang kelam, kutipan-kutipan pintar tentang kerinduan, sengkarutnya bisnis musik, hingga perihal kekayaan intelektual yang membuat BV dan Cook menemui persoalan. Belum lagi music scoring-nya yang memukau pun eklektik; dari simfoni ala Mozart, soul avant garde Sam Cook sampai beringasnya punk rock tanpa nama (I'm inside your DNA, you can't make me go away!). 

Peringkasan momentum. Minim dialog. Tiap adegan lebih banyak bercerita dengan visual artistik yang tak jarang dipenuhi petunjuk tentang apa yang sudah, sedang, dan akan terjadi. Director of Photography peraih tiga Oscar untuk Gravity, Birdman dan The Revenant, Emmanuel Lubezki sekali lagi menunjukkan kelasnya sebagai jagoan di belakang kamera, mengambil gambar-gambar dengan angle yang cantik dan tak biasa. 

Lubezki yang sudah berulang kali bekerja untuk Malick, sepertinya sudah bisa membaca kemauan sang sutradara. Ia menawarkan rangkaian gambar puitik, termasuk pemandangan-pemandangan indah, sekawanan burung yang terbang melintasi pepohonan dan bahasa tubuh para aktor film ini. 

Sentral cerita ada di kehidupan Faye dan BV, namun porsi tokoh lain juga tak terelakkan dan cukup signifikan, seperti romansa tragis-manis antara Cook dan sang pramusaji nan relijius Rhonda (Natalie Portman).  

Akiting Gosling mengalir bagai air tenang, karakter BV yang kalem dan humble seperti sudah menyatu dengan dirinya. Fassbender terlihat sangat nyaman memerankan Cook yang ambisius dan self-centered. Sementara Rooney Mara sebagai Faye yang kadang kikuk dan innocent membuat seluruh cerita terjalin dengan kuat dan organik.

Pastikan Anda menyisakan nafas ekstra karena selain Portman yang di sini terlihat dan berakting absolutely stunning, dan hati Anda akan dirampas paksa oleh karakter lesbian Prancis bernama Zoey (Berenice Marlohe). Damn she's radically smoking hot! 

Malick tampaknya pintar memilih aktor utamanya. Pilihannya pada empat aktor terbaik di generasinya: Gosling, Fassbender, Mara dan Portman sungguh tepat. Bukan lantaran keempatnya pemenang dan nominator banyak awards - bahkan Portman pemenang Oscar. Namun juga karena kemungkinan besar film ini akan kurang nikmat bila aktornya hanya mereka yang jual tampang. Tampil di film ini lebih dari sekadar akting, tapi bagaimana bahasa tubuh bercerita di depan kamera. 

Selain empat aktor tadi, sekilas muncul aktor-aktor senior macam Val Kilmer, Cate Blanchett dan Holly Hunter, serta tampilnya sederetan musisi, mulai dari queen of punk-poet Patti Smith, Swedish dream pop assassin Lyke Li hingga aksi cameo Iggy Pop hingga Red Hot Chili Peppers. 

Bisa jadi film ini bukan untuk semua orang. Namun Song to Song  adalah kisah yang diangkat sangat terkait dengan kehidupan sehari-hari. Siapa tak pernah terlibat cinta segitiga? Siapa tak pernah jatuh bangun karena cinta? 

Meski film ini bukan untuk dicintai semua kalangan, satu hal yang pasti, ia pantas untuk dinikmati. Mungkin seperti kata Rhonda: "When I was a girl I used to love everyone, but you killed my love..." 

Jadi kita tak harus mencintainya untuk menikmatinya.

Song to Song

* Sang penulis: Jerinx adalah penggebuk drum dan penulis lagu band Superman is Dead,  vokalis dan gitaris band Devildice, enterpreneur, seniman dan penggila mobil kuno, tinggal di Kuta, Bali.