Sebuah serial baru kini siap dinikmati. Kisah perburuan kekayaan di penambangan emas di pesisir Selatan Selandia Baru ini suguhkan intrik cinta, pembunuhan, sihir, dan balas dendam rumit nan menegangkan!
Setelah sukses menayangkan serial Normal People yang jadi perbincangan netizen, kembali CATCHPLAY+ hadirkan serial eksklusif berikutnya, The Luminaries.
Apa yang menarik dari serial ini? Oh ya, ini info menarik tentang serial ini:
Dengan DAFTAR saja, GRATIS Nonton Ep.1. Upgrade jadi Movie Lovers, GRATIS Nonton semua Episode! Baiklah, kita lanjutkan 5 hal greget tentang The Luminaries.
1. Kisahkan cinta, pembunuhan, sihir dan balas dendam
Selandia Baru, 1866. Di sebuah pesisir pantai yang terjal, seorang perempuan bergaun merah muda berjalan menembus hutan. Dua pria menunggang kuda. Lalu seorang penduduk asli Selandia Baru ditembak oleh salah satu dari dua pria penunggang kuda, di saat semua orang berkumpul di sebuah gubuk. Perempuan itu sampai di ambang pintu, melihat ke dalam, melihat mayat, melihat tangannya yang berdebu, kemudian pingsan.
Begitulah The Luminaries dibuka. Tapi tentang apa sebenarnya serial ini?
Terdiri dari enam episode, serial ini kisahkan cinta, pembunuhan, sihir, dan balas dendam dalam plot rumit menegangkan. Sebuah kisah petualangan dan misteri abad ke-19 berlatar di Selandia Baru pada era demam emas 1860-an.
The Luminaries kisahkan petualang muda pemberontak Anna Wetherell, yang berlayar dari Inggris ke Selandia Baru untuk memulai hidup baru. Ia bertemu Emery Staines, pertemuan yang memicu sihir aneh yang tak dapat dijelaskan. Saat mereka jatuh cinta, pertanyaan dilematis muncul. Apakah cinta hasilkan kekayaan, atau kekayaan yang bikin jatuh cinta? Plot yang apik membuat kamu beralasan menonton serial ini!
2. Adaptasi novel peraih Man Booker Prize 2013
Serial ini merupakan adaptasi dari novel berjudul sama karya Eleanor Catton, 2013. Versi novelnya memenangkan banyak penghargaan, di antaranya Man Booker Prize 2013, penghargaan prestisius bagi buku terbaik berbahasa Inggris yang terbit di Inggris dan Irlandia. Selain dipuji kritikus, buku ini juga penuh sanjungan media.
Eleanor Catton di Penghargaan Man Booker Prize
Harian The Observer memujinya dengan "prestasi novel yang mempesona." Hingga Agustus 2014, novel The Luminaries terjual 560.000 eksemplar, 120.000 di antaranya terjual di Selandia Baru. Para penggila novel bagus wajib nonton serial ini. Jangan khawatir, sang novelis terlibat penulisan skenario, bahkan jadi produser serial ini.
Sang novelis, Eleanor Catton, adalah generasi milenial yang lahir pada 24 September 1985. The Luminaries adalah novel keduanya. Perempuan Kanada ini kini sedang menyelesaikan program doktornya di University of Western Ontario. Ia mengambil jurusan penulisan kreatif.
3. Eva Green, eks bintang Bond, bintangi serial ini
The Luminaries disutradarai Claire McCarthy dengan bintang utama Eve Hewson sebagai petualang Anna Wetherell, dan Himesh Patel sebagai kekasih Emery Staines. Eve Hewson pernah bermain dalam This Must Be the Place (2011) yang dibintangi Sean Penn, juga Robin Hood, The Knick, Bridge Of Spies. Ia puteri bintang rock Bono. Sementara Himesh Patel kita kenal dalam Yesterday (2019) dan Tenet (2020).
Tak kalah menarik, serial ini didukung mantan bintang James Bond, Eva Green, yang berperan sebagai ‘nyonya rumah bordil’ Lydia Wells. Eva pernah tampil apik lewat The Dreamers (2003) dan jadi salah satu cewek Bond dalam Casino Royale (2006).
4. Latar indah, seperti The Piano dan The Lord of the Rings
Pengambilan gambar serial The Luminaries sedikit diambil di Inggris, tapi sebagian besar dilakukan di Hokitika, kota kecil di wilayah Pantai Barat, Pulau Selatan Selandia Baru. Pada 2013, populasi di wilayah Hokitika hanya 2.967. Jumlah ini bisa jadi hanya satu kelurahan di Indonesia. Tapi, Hokitika amat indah dijadikan lokasi pengambilan gambar.
Lokasi serial ini mengingatkan The Piano (1993) dan waralaba The Lord of The Rings. Mereka bilang, The Luminaries jadi alasan ketiga untuk mengunjungi keindahan Selandia Baru. Ini juga jadi alasan berikutnya untuk menonton serial ini!
5. Kostumnya karya desainer peraih BAFTA Award
Hal terpenting untuk hidupkan karakter sambil mencerminkan latar waktu adalah lewat kostum. The Luminaries menggambarkan Selandia Baru selama demam emas 1860-an. Apa yang dikenakan orang saat menyeberangi laut dan darat untuk mengawali kehidupan baru mereka?
Yang bekerja keras sebagai perancang kostum adalah peraih BAFTA Award, Edward K. Gibbon, yang pernah mengerjakan kostum untuk The Virgin Queen (2005), Black Mirror (2011), War & Peace (2019) dan Skins (2007).
Tonton serial ini. Temukan alasan ke-6 atau ke-7 untuk menonton serial ini, yang bisa direkomendasi ke teman nontonmu. Coba deh!
Kostum desain Edward K. Gibbon dalam The Luminaries