Masih aktualkah di zaman kini bicarakan nasib perempuan dengan ambisi dan impian mereka? Seri The Making of an Ordinary Woman menuturkannya secara lembut, penuh greget dan impresif. Dijamin bikin baper!
Setelah sukses dengan The World Between Us, seri dengan 10 episode yang bikin movie lovers tak sabar menikmatinya dari satu episode ke episode berikutnya, kembali CATCHPLAY suguhkan seri berikutnya yang tak kalah memukau. Berjudul The Making of an Ordinary Woman, seri yang juga sepanjang 10 episode ini hasil besutan kolaborasi duo sutradara, Yi-Wen Yen dan Zhang-Lun Chen.
Bergenre drama komedi, seri ini boleh jadi tak seperti The World Between Us yang bergenre drama kriminal dan membetot perhatian sejak menit-menit awal pada episode pertamanya. Sebaliknya, seri yang dibintangi Ying-Hsuan Hsieh, James Wan, Li-Yin Yang, Chu-Sheng Chen, Ching-ting Hsia, Wei-Hua Lan, Kang Jen Wu serta sederet aktor dan aktris yang populer di Taiwan ini, punya cara lain memikat penonton!
Secara lembut, para karakter dan plotnya akan menyeret kita pada konflik batin karakter utama sambil mempertanyakan aktualitasnya di zaman kini. Jika The World Between Us penuh hentakan dan kejutan, The Making of an Ordinary Woman pelan-pelan bikin penonton merasakan persoalan krusial yang dihadapi sang tokoh utama. Bikin baper, begitu remaja sekarang bilang.
*) The Making of an Ordinary Woman, yang kini tayang secara streaming di CATCHPLAY, episode 1 bisa langsung ditonton sekarang, meski kalian pelanggan paket Movie Fans. Gratis, kok! Tapi apa yang bikin greget seri ini, sehingga bikin kita pengen melanjutkan ke episode selanjutnya? Baca terus yang berikut ini!
Karena bahagia bukan urusan usia
Dengan premis “kebahagiaan dan pengejarannya seharusnya tak terkikis seiring bertambahnya usia," The Making of an Ordinary Woman memperkenalkan kita pada Chen Chia-Lin (diperani Ying-Hsuan Hsieh), perempuan 39 tahun pada momentum paling krusial hidupnya. Ia baru kehilangan pekerjaan. Apa lebih buruk dari menganggur pada usia matang, tak punya mobil, apartemen, suami?
Chia-Lin adalah gambaran terkini generasi terakhir sebelum diserbu kelahiran generasi berikutnya, para milenial. Ia dilahirkan di Taiwan bagian Selatan pada era lepas landas ekonomi Taiwan, dibesarkan oleh orang tua dan kakek-nenek berpandangan tradisional, dengan nasihat klasik: Jadilah anak sekolah yang pintar, tumbuhlah jadi perempuan terhormat. Chen yang punya ambisi sendiri sadar, mimpinya mustahil terwujud di kota asalnya. Setelah pemberontakan dalam keluarga, ia meninggalkan rumah agar bisa berkuliah di Taipei. Dua puluh tahun berikutnya adalah saat perempuan ini berusaha memantapkan diri di kota dan hidup sesuai wejangan orangtua dan kakek-neneknya.
Tapi, sesuatu harus ia lakukan kini. Ia ingin menjalani hidup sebagai perempuan yang percaya diri, di mana segala yang ia putuskan tak akan pernah disesalinya kelak. Bahagia adalah hal yang selalu dikejar orang sepanjang masa. Usia boleh bertambah, tapi pengejarannya tak harus mengikis kebahagiaan yang telah dimiliki, bukan?
Jika kita tengok sinopsis lengkap seri ini, sesungguhnya sejak episode pertama seri ini menjanjikan daya pikatnya dengan cara tersendiri. Di situ tertulis “Hari ini dia menghadiri pernikahan mantan pacarnya, maka lengkap sudah nasibnya yang mengenaskan! Merasa hidupnya jauh dari impiannya, Chen Chia-Lin memutuskan untuk menikah dengan pacarnya.” Ya, Chia-Lin sesungguhnya bukan jomblo yang nasibnya seratus persen mengenaskan. Ia punya pacar, dan saat segala hal yang ingin ia lakukan terlihat buntu, menikah adalah solusinya.
Tapi pada rangkaian episode berikutnya, kita tanpa sadar terseret pada rangkaian persoalan amat alami yang terjadi pada Chia-Lin. Perempuan matang, hidup di wilayah urban, meski dalam benak selalu punya banyak rencana dan solusi, hidup ternyata bukan rumusan baku yang mudah dijalani begitu saja.
Pernikahan bagi Chia-Lin ternyata bukan solusi jangka panjang yang sesungguhnya. Ia dihadapkan pada rasa iri sepupunya yang pintar, sopan, dan dimanjakan nenek mereka. Juga, saat perempuan ini kembali bekerja: Di tengah tekanan kehidupan kantor, hubungan dengan suami dan mertua, ia bertemu Mark (diperani Charles Wu), klien ganteng yang bikin gelisah tak tertahankan.
Sementara pada episode berikutnya, kita dihadapkan pada jungkir balik nasib Chia-Lin yang mengundurkan diri dari pekerjaan, dan jatuh cinta dengan teman semasa kecil dari kampungnya yang kini menduda, Tsai (diperani Wei-Hua Lan). Apakah dia jodoh ideal yang dikejarnya selama ini? Apa jadinya saat sosok Mark yang ganteng dan menggetarkan hati, kembali padanya? Hidup ternyata tak hanya penuh pilihan sulit, tapi juga tuntutan bersilat lidah untuk memberi banyak alasan masuk akal pada para anggota keluarganya. Menjadi dewasa memang complicated. Sadar atau tidak, film ini menyeruakkan rasa simpati kita pada apa yang dialami Chia-Lin!
Setengah populasi dunia adalah jomblo...
Menjadi lajang, atau biasa dalam bahasa gaul disebut jomblo, seringkali jadi bahan lelucon dalam pergaulan. Para jomblo sering jadi obyek bullying tak berkesudahan. Tapi, semengenaskan itukah? Menurut Lianne Avila, perempuan yang bekerja sebagai terapis relationship, status ‘lajang’ tak seharusnya jadi seperti hukuman mematikan. Ia mengingatkan, “Setengah populasi di bumi adalah lajang. Anda tidak sendirian! Inilah saat tepat mengeksplorasi dan melakukan apa pun yang mungkin tak dapat Anda lakukan jika sudah menikah!” begitu katanya.
Avila dalam salah satu artikelnya berbagi tips bagaimana menjadi lajang hebat. Ia menasihati, tulis hal-hal yang layak disyukuri, karena Anda akan sadar hidup tak selamanya mengenaskan. Juga, seringkali para jomblo takut untuk bepergian sendirian. Menurut Avila, ini kesempatan berpetualan, bertemu orang baru dan menikmati pengalaman baru dan menyenangkan.
“Biarkan dirimu melakukan kesalahan, sesekali. Jalani hidup, jangan malu karena kamu bukan bagian dari pasangan. Beli sendiri hadiah ulang tahunmu, dan pastikan itu yang sangat kamu suka. Bersikaplah terbuka untuk mencoba hal baru. Gagal bukanlah persoalan besar. Setidaknya kamu sudah mencoba dan meluangkan waktu lebih mengenal diri sendiri,” begitu nasihat sang terapis.
Ah, jadi pengen nonton The Making of an Ordinary Woman!