Peran sebagai desainer adibusana Reynolds Woodcock dalam Phantom Thread ternyata jadi film terakhirnya. Ada apa dengan peraih terbanyak penghargaan Aktor Terbaik dalam sejarah Oscar ini?
Setelah lebih dari tiga dekade di industri film, peraih tiga Oscar Daniel Day-Lewis akhirnya berhenti berakting. Hal mengejutkan ini, yang ia kemukakan November lalu, ia lakukan setelah menyelesaikan perannya dalam Phantom Thread. Meski bukan kali pertama ia pamit mundur, tampaknya kali ini Day-Lewis tak main-main. Yang bikin penasaran, keputusan ini ia buat “gara-gara” memerani Reynolds Woodcock, desainer adibusana dalam film besutan Paul Thomas Anderson (Magnolia, The Master, Inherent Vice)
Phantom Thread berlatar di London pada era pasca-perang 1950-an, mengisahkan desainer adibusana Reynolds Woodcock (Daniel Day-Lewis) dan saudara perempuannya Cyril (Lesley Manville), yang berada di pusat fesyen Inggris. Ia mendesain busana keluarga kerajaan, bintang film, para pewaris bisnis, sosialita, dan para gadis debutan. Meski banyak perempuan mengunjungi The House of Woodcock, seniman amat kreatif, bujangan, dan menjalani hidup teratur dan terencana itu akhirnya menemukan Alma (Vicky Krieps), pramusaji restoran yang kemudian jadi muse dan kekasihnya. Cinta, yang membuat imajinasinya mencapai puncaknya, pada saat yang sama jadi belenggu kreativitas si jenius rancang busana ini.
Film kedelapan Anderson, dan kolaborasi kedua dengan Day-Lewis, Phantom Thread gaet enam nominasi Oscar tahun ini, di antaranya Aktor Terbaik untuk Day-Lewis, Aktris Pendukung Terbaik untuk Lesley Manville, Sutradara Terbaik untuk Anderson, dan Film Terbaik. Sayangnya, film ini juga jadi akhir dari karier Day-Lewis.
Bukan rahasia lagi, Day-Lewis punya pendekatan unik demi hidupkan karakter yang diperani. Ia amat pemilih atas peran yang ditawarkan. Pria ini tetap berada di kursi roda dan makan disuapi kru produksi demi merasakan apa yang dirasakan penderita cerebral palsy dalam My Left Foot, yang menganugerahinya Oscar sebagai Aktor Terbaik 1990. Ia hidup enam bulan di alam liar demi persiapan peran untuk The Last of the Mohicans (1992). Day-Lewis mengisolasi diri dari pemeran dan kru saat pembuatan The Ballad of Jack and Rose (2005). Ia juga menato tangannya dan berlatih selama 18 bulan sebagai petinju dalam The Boxer (1997).
Pendekatan luar biasa semacam itulah yang jadi alasan Day-Lewis gaet Oscar sebagai Aktor Terbaik lewat There Will Be Blood (2007) - yang kebetulan juga besutan Paul Thomas Anderson, dan Lincoln (2012), besutan Steven Spielberg.
Ini yang terjadi dengan Phantom Thread…
Daniel Day-Lewis mengaku lelah, depresi, bahkan membuatnya terjebak kesedihan mendalam dengan karakter desainer adibusana yang diperaninya.
Demi memerani Woodcock, aktor 60 tahun ini menonton rekaman peragaan busana dari tahun 1940-an dan 50-an, mempelajari kehidupan para perancang, dan belajar menjahit. Seperti ditulis Vogue, ia berkonsultasi dengan Cassie Davies-Strodder, kurator mode dan tekstil di Museum Victoria dan Museum Albert, di London.
Selama berbulan-bulan Day-Lewis magang di bawah Marc Happel, kepala departemen kostum di Ballet New York City, bahkan membantu merekonstruksi kostum Marc Chagall yang terkenal untuk produksi Firebird. Di akhir musim balet, ia membuat sendiri sepotong adibusana Balenciaga, rumah mode mewah yang didirikan Cristóbal Balenciaga, desainer Spanyol.
"Gaun Balenciaga amat sederhana," tutur Day-Lewis. "Atau terlihat sangat sederhana hingga aku mempelajari cara mewujudkannya dan menyadari, Ya Tuhan, ini rumit sekali. Tak ada yang lebih indah dalam seni daripada sesuatu yang tampak sederhana.”
Karena tak boleh meminjam gaun aslinya yang ada di arsip Balenciaga di Paris, ia pun membuat sketsa dan menggunakan isterinya, film maker Rebecca Miller sebagai model. "Rebecca sangat sabar," katanya. "Bagian sangat rumit dan khusus ada di bagian ketiak. Anda tak bisa tahu dari foto bagaimana itu dirancang,” tuturnya lagi. Setelah melalui trial and error dan jari-jari tangannya tertusuk jarum jahit berkali-kali, gaun itu pun terwujud. "Rebecca telah mengenakan gaun itu," kata Day-Lewis dengan bangga. "Sangat cantik."
Sayangnya, karakter yang ia perani kali ini membuatnya lelah, depresi, dan membawanya pada kesedihan mendalam. Ia menghadapi dampak emosional yang sukar ia hilangkan. Seperti dikatakannya pada The Telegraph, "Aku mengalami kesedihan luar biasa di hari terakhir pengambilan gambar. Pikiran, tubuh, dan semangatku tak siap menerima bahwa pengalaman ini segera berakhir. Aku telah mencurahkan sebagian besar waktuku dengan cara tak sadar. Aku mengalami semacam kekacauan spiritual. Tak ada bagian dari Anda yang ingin meninggalkan karakter itu. Rasa berkabung adalah hal yang bisa memakan waktu bertahun-tahun sebelum Anda bisa menghentikannya…"
Ditanya akan ke mana setelah semua ini, Day-Lewis menjawab pada W Magazine: "Aku tak tahu, tapi aku tak akan tinggal diam." Ia mengaku tak takut kesepian. Ketika sang pewawancara mengatakan, “Mereka tak akan membiarkan Anda pergi dengan tenang," aktor ini menjawab dengan, "Hmmm, mereka harus melakukannya.”
Daniel Day-Lewis lahir di London 29 April 1957. Ia anak kedua Nicholas Blake, seorang penyair dari isteri keduanya, aktris Jill Balcon. Kakek dari garis ibunya, Sir Michael Balcon, adalah tokoh penting dalam sejarah sinema Inggris dan kepala Ealing Studio yang terkenal. Kakak perempuannya, Tamasin Day-Lewis, adalah seorang dokumentarian.
"Aku tertarik akting sejak usia 12 tahun. Sejak itu, segalanya selain teater adalah film layar lebar. Ketika aku memulai, segalanya adalah tentang bertahan. Kini, aku ingin menjelajahi dunia dengan cara berbeda…. "
Day-Lewis pemegang rekor terbanyak peraih Oscar untuk kategori Aktor Terbaik. Hal yang sama seperti diraih Jack Nicholson dan Meryl Streep dengan tiga Oscar sebagai Aktor dan Aktris Terbaik.
Dunia tampaknya harus mengapresiasi setinggi-tingginya pada pengabdian aktor ini pada dunia akting. Day-Lewis, thank you for your great acting!
In every actor's life, there is a moment when they ask themselves, "Is it really seemly for me to still be doing this?" - Daniel Day-Lewis